Kamis, 16 Juni 2011

kerajaan turki usmani


Kerajaan Turki Usmani
 
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara ongol,kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu,
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani ini adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Untuk mengetahui labih jelasnya maka dalam makalah ini akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Usmani.
 



A. Asal-Usul Dinasti Turki Usmani
Nama kerajaan Usmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Usmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp, kepala Kabilah Kab di Asia Tengah (Hamka,1975:205). Awal mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun 1300. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq. Mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah (Bosworth,1990:163).
Pada abad ke-13 M, mereka mendapat serangan dan tekanan dari Mongol, akhirnya mereka melarikan diri ke Barat dan mencari perlindungan di antara saudara-saudaranya yaitu orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia kecil (Hasan, 1989:324-325). Dibawah pimpinan Orthogul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II yang sedang berperang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka inilah, Bizantium dapat dikalahkan. Kemudian Sultan Alauddin memberi imbalan tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan
memilih kota Syukud sebagai ibukota (Yatim, 2003:130).
Ertoghrul meninggal Dunia tahun 1289. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman. Putera Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290-1326 M. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol kembali menyerang Kerajaan Seljuk, dan dalam pertempuran tersebut Sultan Alaudin terbunuh. Setelah wafatnya Sultan Alaudin tersebut, Usman memproklamasikan kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 1300 M setapak demi setapak wilayah kerajaan diperluas.
Dipilihnya negeri Iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Usman mengirim surat kepada raja-raja kecil guna memberitahukan bahwa sekarang dia raja yang besar dan dia menawar agar raja-raja kecil itu memilih salah satu diantara tiga perkara, yakni ; Islam, membayar Jaziah dan perang. Setelah menerima surat itu, separuh ada yang masuk Islam ada juga yang mau membayar Jizyah. Mereka yang tidak mau menerima tawaran Usman merasa terganggu sehingga mereka meminta bantuan kepada bangsa Tartar, akan tetapi Usman tidak merasa takut menghadapinya. Usman menyiapkan tentaranya dalam mengahdapi bangsa Tartar, sehingga mereka dapat ditaklukkan.
Usman mempertahankan kekuasaan nenek moyang dengan setia dan gagah perkasa sehingga kekuasaan tetap tegak dan kokoh sehingga kemudian dilanjutkan dengan putera dan saudara-saudaranya yang gagah berani meneruskan perjuangan sang ayah dan demi kokohnya kekuasaan nenek moyangnya.
 
B. Perkembangan Turki Usmani
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Usman (raja besar keluarga Usman), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (1327 M), Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah itulah yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani,ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (1359-1389 M). Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang baru. Mrerasa cemas terhadap ekspansi kerajaan ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani, namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M), dapat menghancurkan pasukan sekutu K RISTEN Eropa tersebut.
 
Ekspansi Bayazid I sempat berhenti karena adanya tekanan dan serangan dari pasukan Timur Lenk ke Asia kecil. Pertempuran hebat terjadi antara tahun 1402 M dan pasukan Turki mengalami kekalahan. Bayazid I dan putranya ditawan kemudian meninggal pada tahun 1403 M (Ali, 1991:183). Kekalahan tersebut membawa dampak yang buruk bagi Kerajaan Usmani yaitu banyaknya penguasa-penguasa Seljuk di Asia kecil yang melepaskan diri. Begitu pula dengan Bulgaria dan Serbia, tetapi hal itu dapat diatasi oleh Sultan Muhammad I (1403-1421 M). Usaha beliau yang pertama yaitu meletakkan dasardasar keamanan dan perbaikan-perbaikan dalam negeri. Usaha beliau kemudian diteruskan oleh Sultan Murad II (1421-1451).
Turki Usmani mengalami kemajuannya pada masa Sultan Muhammad II (1451-1484 M) atau Muhammad Al-Fatah. Beliau mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan kekuatan terakhir Imperium Romawi Timur.
Pada masa Sultan Salim I (1512-1520 M), ekspansi dialihkan ke Timur, Persia, Syiria dan Mesir berhasil ditaklukkannya. Ekspansi tersebut dilanjutkan oleh putranya Sulaiman I (1520-1526 M) dan berhasil menaklukkam Irak, Belgaro,kepulauan Rhodes, Tunis dan Yaman. Masa beliau merupakan puncak keemasan dari kerajaan Turki Usmani, karena dibawah pemerintahannya berhasil menyatukan wilayah yang meliputi Afrika Utara, Mesir, Hijaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria, Rumania sampai batas sungai Danube dengan tiga lautan, yaitu laut Merah, laut Tengah dan laut Hitam (Ambari, 1993:211).
Usmani yang berhasil menaklukkan Mesir tetap melestarikan beberapa system kemasyarakatan yang ada sekalipun dengan beberapa modifikasi. Usmani menyusun kembali sistem pemerintahan yang memusat dan mengangkat beberapa Gubernur militer dan pejabat-pejabat keuangan untuk mengamankan pengumpulan pajak dan penyetoran surplus pendapatan ke Istambul. Peranan utama pemerintahan Usmani adalah menentramkan negeri ini, melindungi pertanian, irigasi dan perdagangan sehingga mengamankan arus perputaran pendapatan pajak. Dalam rentangan abad pertama dan abad pertengahan dari pereode pemerintahan Usmani, sistem irigasi di Mesir diperbaiki, kegiatan pertanian meningkat dengan pesat dan kegiatan perdagangan dikembangkan melalui pembukaan kembali beberapa jalur perdagangan antara India dan Mesir (Lapidus, 1999:553).
Demikianlah perkembangan dalam kerajaan Turki Usmani yang selalu berganti penguasa dalam mempertahankan kerajaannya. Diantara mereka (para penguasa) memimpin dengan tegasnya atas tinggalan dari nenek moyang agar jangan sampai jatuh ke tangan negeri / penguasa lain selain Turki Usmani. Hal ini terbukti dengan adanya para pemimpin yang saling melengnkapi dalam memimpin perjuangannya menuju kejayaan dengan meraih semua yang membawa kemajuan dalam kehidupan masyarakat
 
 
C. Kemajuan-Kemajuan Turki Usmani
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuankemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133-134). Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil. Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya :
 
1. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Usmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Bizantium merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah . Selain itu kerajaan Usmani membuat struktur pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan Sultan yang dibantu oleh Perdana Menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingakat I. Di bawahnya terdapat beberapa bupati. Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I dibuatlah UU yang diberi nama Multaqa Al-Abhur , yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasanya ini, di ujung namanya di
tambah gelar al-Qanuni (Hitti, 1970:713-714).
 
2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana rajaraja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Dan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari Arab (Toprak, 1981:60). Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Usmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam khasanah Intelektual Islam tidak ada Ilmuan yang terkemuka dari Turki Usmani .
 
3. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itru, ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Usmani. Para Mufti menjadi pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Usmani tersebut tidak terlepas daripada kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, antara lain:
1. Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa besar dan giat.
2. Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.
3. Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada
pada tititk temu antara Asia dan Eropa (Al Nadwi, 1987:244).
Disamping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan olah para penguasa Turki Usmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan kerajaan Turki Usmani.
 
D. Turki Pasca Sulaiman al-Qanuni
Masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M) merupakan puncak kejayaan daripada kerajaan Turki Usmani. Beliau terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung atau Sulaiman Al-Qonuni. Akan tetapi setelah beliau wafat sedikit demi sedikit Turki Usmani mengalami kemunduran. Setelah Sulaiman meninggal Dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera-puteranya, yang nenyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur akan tetapi meskipun terus mengalami kemunduran kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai militer yang tangguh. Kerajaan ini memang masih bertahan lima abad lagi setelah sepeninggalnya Sultan Sulaiman 1566 M (Yatim, 2003:135).
Sultan Sulaiman di ganti Salim II. Pada masa pemerintahan Salim II (1566-1573 M), pasukan laut Usmani mengalami kekalahan atas serangan gabungan tentara Spanyol, Bandulia, Sri Paus dan sebagian armada pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Kekalahan ini menyebabkan Tunisia dapat direbut musuh. Tetapi pada tahun 1575 M, Tunisia dapat direbut kembali oleh Sultan Murad III (1574-1595 M). Pada masa pemerintahannya, keadaan dalam negeri mengalami kekacauan. Hal itu disebabkan karena ia mempunyai kepribadian yang buruk. Keadaan itu semakin kacau setelah naiknya Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1671 M) dan Musthofa I (1617-1622 M), akhirnya Syeikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar Musthofa I turun dari jabatannya dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pada masa pemerintahan Sultan Murad IV (1623-1640 M), mulai mengadakan perbaikan-perbaikan, tetapi sebelum ia berhasil secara keseluruhan, masa pemerintahannya berakhir. Kemudian pemerintahan dipegang oleh Ibrahim (1640-1648 M),yang pada masanya orang-orang Venesia melakukan peperangan laut dan berhasil mengusir orang Turki Usmani di Cyprus dan Creta pada tahun 1645 M. Pada tahun 1663 M pasukan Usmani menderita kekalahan dalam penyerbuan ke Hungaria. Dan juga pada tahun 1676 M dalam pertempuran di Mohakes, Hungaria. Turki Usmani dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 M yang berisi pernyataan penyerahan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg. Dan penyerahan Hermeniet, Padalia, Ukraenia, More dan sebagian Dalmatia kepada penguasa Venesia.
Pada tahun 1770 M pasukan Rusia mengalahkan armada Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Namun kemenangan ini dapat direbut kembali oleh Sultan Musthofa III (1757- 1774 M). Dan pada tahun 1774 M, penguasa Usmani Abddul Hamid (1774-1789 M) terpaksa menandatangani kinerja dengan Catherine II dari Rusia yang berisi penyerahan benteng-benteng pertahanan di Laut Hitam kepada Rusia dan pengakuan kemerdekaan atas Crimea (Ali, 1993:191).
Pemerintahan Turki, masa pasca Sulaiman banyak terjadi kekacauan-kekacauan yang menyebabkan kemunduran dalam mempertahankan Turki Usmani (kerajaan Usmani). Hal ini dikarenakan benyaknya berganti pemimpin atau penguasa yang hanya meperebutkan jabatan tanpa memikirkan langkah-langkah selanjutnya yang lebih terarah pada tegaknya kerajaan Usmani. Sifat dari pada para pemimpin juga mempengaruhi keadaan kerajaan Usmani, seperti halnya sifat jelek yang dilakukan Sultan Murad III (1574-1595 M) yakni yang selalu menuruti hawa nafsunya sehingga kehidupan moral Sultan Murad yang jelek itu menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri Usmani itu sendiri.
Banyaknya kemunduran yang dirasakan selama kurang lebih dua abad ditinggal Sultan Sulaiman. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai setengah pertama dari abad ke -19 M. Oleh karena itu, satu persatu negara-negara di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan Usmani ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan memberonak terhadap kerajaan-kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa didaerah timur tengah mencoba bangkit memberontak. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa kemunduran Turki Usmani pasca Sulaiman disebabkan karena banyaknya terjadi kekacauan-kekacauan yang menyebabkan kemunduran dalam kerajaan Usmani.
 
E. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal diantaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para pengganti Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan system pemerintahan tidak berjalan semestinya.
Selaim faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
 
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani, menyebabkan
pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
 
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
 
3. Kelemahan para Penguasa
Setelah sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
 
4. Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
 
5. Pemberontakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
 
6. Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan Turki pun merosot.
 
7. Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
 
F. Catatan Simpul
1. Nama kerajaan Usmani diambil dari nama Sultan pertama bernama Usman. Beliau dengan gigihnya meneruskan cita-cita ayahnya sehingga dapat menguasai suatu wilayah yang cukup luas dan dapat dijadikan sebuah kerajaan yang kuat. Bangsa Turki Usmani berasal dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Dibawah pemerintahan Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin yang sedang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alaudin dapat mengalahkan Bizantium. Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki segera memproklamirkan kerajaan Turki Usmani dengan Usman I sebagai sultannya.
 
2. Perluasan wilayah kerajaan Turki terjadi dengan cepat, sehingga membawa kejayaan,
disamping itu raja-raja yang berkuasa sangat mempunyai potensi yang kuat dan baik. Banyak daerah-daerah yang dapat dikuasai (di Asia Kecil) sehingga memperkuat berdirinya kerajaan Turki Usmani. Salah satu sumbangan terbesar kerajaan Turki Usmani dalam penyebaran Islam adalah penaklukkan kota benteng Constantinopel (Bizantium) ibukota Romawi Timur (1453 M), penaklukkan kota itu terjadi pada masa Sultan Muhammad II (1451-1481 M) yang terkenal dengan gelar Al-Fatih. Dalam perkembangan selanjutnya kerajaan Turki Usmani mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan-kemajuan tersebut meliputi bidang kemiliteran, pemerintahan, kebudayaan dan agama. Selanjutnya Turki Usmani mengalami puncak keemasan adalah pada masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M) yang terkenal dengan
sebutan Sulaiman Agung.
 
3. Dari perkembangan yang sangat baik itu maka Turki Usmani mengalami kemajuankemajuan yang mendukung sekali dalam pemerintahannya diantaranya :
a. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan. Turki mempunyai militer yang sangat kuat dan siap bertempur kapan dan dimana saja. Di bidang urusan pemerintahan dibuat undang-undang yang berguna untuk mengatur urusan pemerintahan di Turki Usmani.
b. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Turki kaya akan kebudayaan, karya telah terjadi akulturasi budaya antara Arab, Persia dan Bizantium. Akan tetapi dalam bidang ilmu pengetahuan Turki Usmani tidak begitu menonjol karena terlalu berfokus pada bidang kemiliteran.
c. Dalam Bidang Keagamaan. Peranan agama di Turki Usmani sangatlah besar terutama dalam tradisi masyarakat. Mufti/Ulama' menjadi pejabat tinggi dalam urusan agama dan berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang dihadapi masyarakat.
 
4. Tanda kemunduran kerajan Turki Usmani terjadi setelah masa pemerintahan Sulaiman (1520-1566 M) berakhir, yaitu terjadi pertikaian diantara anak Sulaiman untuk memperebutkan kekuasaan. Turki Usmani mengalami kekacauan, satu persatu daerah kekuasaannya melepaskan diri, karena tidak ada pengganti pemimpin yang kuat dan cakap.

Contributed by Yusparizal | Uin Suska'08 | TAR | PBI | II F

Selasa, 14 Juni 2011

sosiologi



SOSIALISASI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah:Pengantar Sosiologi

Dosen pengampu : DRS. SABARUDIN







oleh :

LISYA MUHAMMAD NUR
10411054
2 PAI B


PENDIDIDKAN  AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN  KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM  NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011



A . Pendahuluan
Sejak berabad–abad, rasa ingin tahu orang telah terpancing oleh pertanyaan mengenai apa yang bersifat manusiawi pada sifat manusia. Sejauh manakah ciri–cirri orang berasal dari “alam”, sejauh mana dari “asuhan”, kontak dengan orang lain? salah satu cara untuk menjawab pertanyaan ini ialah dengan cara mempelajari manusia yang kontaknya dengan manusia lain terbatas.
Masyarakat menjadikan kita manusiawi, nampaknya bayi tidak “secara alami” berkembang menjadi manusia dewasa. Meskipun tubuh mereka tumbuh, namun bila anak di asuh dalam keadaan terisolasi maka mereka hanya akan tumbuh menjadi binatang yang besar. Tanpa konsep – konsep yang di berikan oleh bahasa, mereka tidak dapat mengalami atau bahkan memahami hubungan antar manusia(“hubungan – hubungan” yang kita sebut kakak – adik laki – laki, kakak – adik perempuan, teman, guru, dan sebagainya). Tanpa interaksi yang hangat dan “bersahabat” dalam artian yang telah kita pahami, mereka pun tidak bekerja sama dengan orang lain. Singkatnya, melalui kontak manusialah orang dapat belajar menjadi anggota komunitas manusia. Proses melalui mana kita belajar cara – cara masyarakat(atau kelompok tertentu) ini, yang dinamakan sosialisai(socialization), adalah apa yang ada dalam benak para sosiolog di kala mereka berkata “ masyarakat menjadikan kita manusiawi”.






B . Pembahasan
1)    Sosialisasi dalam Diri
Di kala lahir, kita tidak mengetahui bahwa kita adalah makhluk terpisah. Kita bahkan tidak tahu apakah kita laki – laki atau perempuan. Bagaimana kita mengembangkan suatu self, gambaran yang kita miliki mengenai bagaimana orang lain memandang diri kita, citra kita mengenai siapa kita ini ?
Kepribadian sangat perlu diketahui dan dipelajari, karena kepribadian sangat berkaitan erat dengan pola penerimaan lingkungan social terhadap seseorang. Orang yang memiliki kepribadian sesuai dengan pola yang dianut masyarakat lingkungannya, akan mengalami penerimaan yang baik.[1]
Di tahun 1800, seorang penganut interaksionisme simbolik[2], menyimpulkan bahwa segi khas dari “kemanusiawian” (hummaness) diciptakan secara social, perasaan mengenai diri kita berkembang dari interaksi dengan orang lain, istilah looking-glass self di ciptakan olehnya[3], untuk menggambarkan proses – proses perasaan mengenai diri kita berkembang.
Looking glass self mengandung 3 unsur :
1.      kita membayangkan bagaimana kita nampak bagi mereka di sekeliling kita. Sebagai contoh, kita dapat berfikir bahwa orang lain menganggap kita jenaka ataukah membosankan.
2.       kita menafsirkan reaksi orang lain. Kita menarik kesimpulan mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi kita. Apakah lingkungan menyukai kita karena kita jenaka ? ataukah sebaliknya, lingkungan tidak menyukai kita karena membosankan ?
3.       kita mengembangkan suatu konsep diri (self concept). Cara kita menginterpretasikan reaksi orang lain terhadap kita memberikan kita perasaan dan ide mengenai diri kita sendiri. Suatu refleksi yang menyenangkan dalam cermin social ini mengarah pada suatu konsep diri yang positif, suatu refleksi yang negative mengarah ke suatu konsep diri negative.
Harap dicatat bahwa pengembangan diri tidak tergantung pada evaluasi yang akurat. Meskipun penafsiran kita tent5ang bagai mana orang lain berpikir mengenai kita sangat keliru, kekeliruan penilaian ini menjadi bagian dari konsep diri kita. Harap dicatat pula bahwa, meskipun konsep diri di mulai sejak masa kecil, perkembangannya merupakan suatu proses berkelanjutan sepanjang hidup. Ketiga langkah dalam Cooley (Looking glass self) merupakan bagian kehidupan sehari-hari[4]. Menurut seorang penganut interaksionisme, George Herbert Mead bahwa bermain sangat penting dalam pengembangan diri. Didalam permainan, anak-anak bel;ajar untuk mengambil peran orang lain (take the role of the other), yaitu menempatkan diri ditempat orang lain sampai memahami bagaimana orang tersebut akan bertindak[5].
Psikolog Jhon Flavel (1968 mencoba teorinya Mead), meminta anak-anak berusia 8 dan 14 tahun untuk menjelaskan suatu permainan papan kepada kepada beberapa orang anak yang matanya ditutup dan kepada orang lain yang matanya tidak ditutup. Anak-anak yang berusia 18 tahun memberikan lebih banyak instruksi rinci kepada anank yang matanya ditutup, tetapi anak-anak 8 tahun memberikan instruksi sama kepada semua orang. Hal ini berarti anak-anak yang lebih muda belum dapat mengambil peran orang lain, sedangkan anak yang lebih tua dapat melakukannya.
Dikala mereka mengembangkan kemampuan ini, anak-anak mula-mula hanya mampu mengambil peran orang lain yang signifikan (significant others), yaitu orang-orang yang secara signifikan mempengaruhi hidup mereka, seperti misalnya orang tua atau saudara kandung. Dengan mengambil peran meraka dalam bermain, seperti mengenakan busana orang tua mereka, anak-anak memupuk kemampuan untuk menempatkan diri mereka ditempat orang lain yang signifikan.
Pengambilan peran orang lain sangat penting bilamana kita menjadi anggota yang kooperatif dalam kelompok manusia, apakah itu keluarga kita, teman, atau rekan kerja. Kemungkinan ini memungkinkan kita untuk mengubah perilaku kita dengan mengantisipasi bagaiman orang lain akan bereaksi.
Pembelajaran mengambil peran orang lain melewati tiga tahap menurut Mead, yaitu:
·         Tahap 1: Imitasi (imitation), anak-anak dibawah usia 8 tahun; Tidak ada rasa diri, Meniru orang lain. “menurut Kelvin Seifert proses peniruan ini biasanya status social yang lebih tinggi cenderung sering menjadi contoh ketimbang mereka yang memiliki status social yang lebih rendah”[6]. Tahap ini sebenarnya bukan pengambilan peran, akan tetapi persiapan anak kearah pengambilan peran. “D[7]idalam permainan, anak-anak akan mengalami proses belajar dan memperoleh pengalaman”
·         Tahap 2: Permainan (play), usia 3 sampai 6; bermain “berpura-pura” menjadi orang lain. Seperti menjadi super hero (spiderman, zoro, dan sebagainya). Dalam tahap ini mereka pun menyukai kostum dan suka mengenakan busana orang tua mereka dan mengikat sebuah handuk di lehernya untuk “menjadi” Superman atau Batman. “”
·         Pada tahap 3: Pertandingan (game), setelah usia sekitar 6 atau 7 mereka dapat melakukan pertandingan tim yaitu permainan yang terorganisasi. Dalam permainan ini anak-anak harus dapat mengambilo peran majemuk. Seperti permainan bola kaki, voley, bisbol dan lain sebagainya.
Mead juga mengatakan bahwa diri kita terdiri atas dua bagian : “I” dan “me”. “I” adalah diri kita sebagai subjek, yang aktif, spontan, dan kreatif. “me” terdiri atas sikap yang telah kita internalisasikan dari interaksi kita dengan orang lain.   
2)    Sosialisasi Ke Dalam Pikiran Atau Nalar
Suatu bagian pokok dari menjadi manusia ialah kemampuan untuk menggunakan nalar (reason). Bagaimana kita mempelajari keterampilan ini ?
Pertanyaan ini membangkitkan rasa ingin tahu Jean Piaget (1896-1980), seorang psikolog Swiss, yang mengamati bahwa anak – anak usia muda memberikan jawaban salah yang sama pada tes kecerdasan. Ia berfikir bahwa anak – anak yang lebih muda mungkin menggunakan suatu aturan yang tidak benar untuk menemukan jawaban mereka. Mungkin anak – anak menjalani suatu proses alami di kala mereka belajar untuk menggunakan nalar[8].
Setelah melakukan tes bertahun – tahun Piaget menyimpulkan bahwa anak – anak melalui 4 tahap ketika mengembangkan kemampuan penalaran.
4 tahap penalaran Piaget :
1 . Tahap sensorimotor ( sensorimotor stage, usia Sejak lahir sampai sekitar 2 tahun)
Selama tahap ini pemahaman anak terbatas pada kontak langsung dengan lingkungan : menghisap, menyentuh, mendengar, melihat. Bayi tidak berfikir dalam artian yang kita pahami. Contoh, bayi tidak dapat mengenal sebab dan akibat.
2 .Tahap pra-operasional (preoperational stage, dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun)
Selama tahap ini anak – anak mengembangkan kemampuan untuk menggunakan symbol. Namun mereka belum memahami konsep umum seperti ukuran, kecepatan, atau sebab – akibat. Meskipun mereka dapat menghitung, namun mereka tidak benar – benar memahami makna angka.  
3 . Tahap operasional konkret (concrete operational stage, usia sekitar 7 sampai 12 tahun)         
Meskipun kemampuan penalaran lebih berkembang, namun kemampuan tersebut tetap kokret. Sekarang anak – anak dapat memahami angka, sebab – akibat, dan kecepatan. Serta mereka mampu mengambil peran orang lain dan berpartisipasi dalam permainan tim. Namun tanpa adanya contoh konkret mereka ridak dapat berbicara mengenai konsep seperti kebenaran, kejujuran, atau keadilan.
            4 . Tahap operasional formal (formal operational stage,setelah usia 12 tahun)
                        Sekarang anak – anak sudah mampu berbicara mengenai konsep, menarik kesimpulan atas dasar prinsip umum, dan menggunakan aturan untuk memecahkan masalah yang abstrak. Selama tahap ini anak – anak cenderung menjadi ahli filsafat muda[9].



3)    Sosialisasi Dan Emosi
Menurut L. Crow & A. Crow, emosi adalah pengalaman yang efektif yang disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, dimana keadaan mental dan fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap-luap, juga dapat diperlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata[10].
Emosi pun bersifat mendasar dalam membentuk kita, dan para sosiolog akhir – akhir ini telah memulai penelitian mereka terhadap bidang “kemanusiawian” kita ini. Mereka menemukan bahwa emosi oun bukan hanya semata – mata hasil biologi, namun seperti halnya fikiran, tergantung pada sosialisasi[11].
            Emosi timbul dari rangsangan (stimulus), stimulus yang sama mungkin dapat menimbulkan emosi yang berbeda-beda dan kadang-kadang malah berlawanan. Adanya stimulus yang muncul dari dorongan, keinginan,atau minat yang terhalang, baik disebabkan oleh tidak atau kurangnya kemampuan individu untuk memenuhinya atau menyenangkanya. Intensitas dan lamanya respon emosional sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan mental dari individu itu sendiri. Kita mengekspresikan emosi kita secara lebih terbuka jika kita bersama teman dekat, dan sebagian besar sosialisasianak bepusat pada pembelajaran “norma emosi” ini, bagaimana mengekspresikan emosi kita dalam berbagai lingkungan yang berbeda.







C. Kesimpulan
            Sulit dimengerti kalau seseorang mengatakan tidak mau berhubungan dengan orang lain, entah dengan alasan apapun. Sejak kecil kita semua telah terbiasa tergantung pada lingkungan social kita. Dan sebagian besar sosialisasi kita dimaksudkan untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
Sosialisasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi perkembangan kita sebagai manusia. Dengan berinteraksi dengan orang lain, kita belajar bagaimana berpikir, mempertimbangkan dengan nalar, dan berperasaan.


           











Daftar Pustaka

Henslin, James M. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Penerbit Erlangga 2007.
Jaali, Haji. Psikologi Pendidikan ; editor, Tarmizi. –Ed. 1, Cet. 3. – Jakarta : Bumi Aksara, 2008. X, 138 hlm..; 21cm.
Diecahyouinyogya.blog.com/psikologi perkembangan.         
Seifert, Kelvin. Manajemen pembelajaran & instruksi pendidikan,. Yogyakarta : IRCiSoD, 2009.
L. Crow & A. Crow, Education Psychology, terjemahan  Abd. Rachman Abbor, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1989).











[1] Prof. Dr. H. Djaali, Psikologi Pendidikan. Kepribadian dalam pendidikan. Hal. 1
[2] Charles Horton cooley (1864-1929) di university of Michigan
[3] Ibid  1902
[4] Ibid  (Looking glass self) 1864-1929
[5] George Herbert Mead  (take the role of the other) 1863-1931
[6] Kelvin Seifert, Manajemen Pembelajaran & Instruksi Pendidikan. Hal.71
[7] Diecahyouinyogya.bloh.com Psikologi Perkembangan
[8] Piaget 1950, 1954; Flavel et al. 2002
[9] Kagan 1984
[10] L. Crow & A. Crow, Education Psychology, terjemahan  Abd. Rachman Abbor, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1989), hal. 98.
[11] Hochschild 1975, 1983; Reiser 1999, Turner 2000

pengembangan seni n budaya


PENDEKATAN SENI DAN BUDAYA
DALAM PAI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Pengembangan Budaya dan Seni dalam PAI
Dosen : Nur Saidah, M.Si


Disusun Oleh :
Astri Septianingrum (10411050)
Lisya Muhammad Nur (104110
Mur’atun Nur Arifah (104110
Istiqomah Fajri P. (104110


PENDIDIKAN  AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUANAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Dalam pendidikan pola pendekatan dengan seni dan budaya memiliki peran yang penting. Proses belajar mengajar yang sudah berjalan tidak akan menyenangkan dan sulit diterima oleh peserta didik tanpa adanya seni. Begitu pula dengan budaya, materi pendidikan yang diberikan tidak akan mudah diterima apabila tidak sesuai dengan budaya di lingkungan sistem pendidikan itu berdiri.
Pendidikan dengan pendekatan seni dan budaya dapat membentuk karakter anak, terutama pada pendidikan Agama Islam. Pendidikan moral tidak hanya dibebankan pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi juga pada Pendidikan Agama Islam apalagi dengan kemajemukan umat di Negara Indonesia ini. Moral terkandung dalam kebudayaan, dan kebudayaan tidak bisa lepas dari masyarakat. Selain itu pendidikan membutuhkan seni, terutama pendidikan Agama Islam karena Islam juga mengenal kesenian, asalkan tetap dalam batasan-batasan yang tidak menyimpang dari ajaran agama. Oleh karena itu pendidik membutuhkan pendekatan budaya dan seni dalam Pendidikan Agama Islam.
B.     Rumusan masalah
1.      Pendekatan apa saja yang bisa digunakan dalam PAI ?
2.      Apa yang dapat diambil dari pendekatan seni dan budaya dalam PAI ?
C.     Tujuan penulisan
1.      Mengetahui pendekatan yang pantas untuk pembelaharan PAI.
2.      Mamahami karakteristik setiap pendekatan budaya dan seni dalam PAI.
3.      Mengetahui manfaat pendekatan seni dan budaya dalam pembelajaran PAI.





BAB II
PEMBAHASAN

Pendidikan dengan pendekatan seni budaya
Pola pendekatan seni dan budaya yang dibangun melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pengembangan sarana pendidikan karakter terus dikedepankan, menyusul efektivitasnya yang dinilai memberikan kontribusi positif. Sekolah-sekolah, pendidik dan penyelenggara pendidikan mulai menyertakan seni dalam proses belajar mengajar. Alasan mereka menyertakan pendidikan dengan seni, budaya, dan ketrampilan dalam proses pembelajaran karena setiap seni dan budaya itu memiliki keindahan, keunikan, keberagaman makna yang diyakini sebagai kebenaran, dan memberikan berbagai macam manfaat terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi,  berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan seni dan budaya. Proses pendidikan yang seperti itu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan dengan mudah dapat diterapkan di lapangan yang nantinya menjadi kebutuhan hidup mereka. Sehingga dengan pendekatan tersebut  tercipta “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”

Khas suatu seni menjadi konteks suatu budaya
Kekhasan suatu seni yang dimiliki suatu budaya dapat