Selasa, 14 Juni 2011

GW LEIBNIST

BAB I
PENDAHULUAN
Setelah Renesanse kemudian mulailah jaman tradisi rasionalisme ditumbuh-kembangkan oleh filsuf-filsuf  antara lain; R. Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz (1646-1710). Para Filsuf tersebut di atas menekankan pentingnya kemungkinan-kemungkinan akal-budi (“ratio”) didalam mengembangkan pengetahuan manusia. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas salah satunya, yaitu G. Leibniz.
Jika berbicara tentang pemikiran leibniz, maka kita tidak akan terpisah dengan para pemikir sebelumnya. Leibniz sebagai tokoh filsafat, beberapa pemikirannya tentang filsafat agama sangat dipengaruhi oleh Anselmus yaitu mereka menerima “dunia konsep” sebagai dunia yang sungguh-sungguh ada.
Selain seorang filsuf ia pernah menjadi penasehat raja, pustakawan sejarawan, ilmuwan, matematikawan, doktor dalam dunia dan hokum gereja. Ia dianggap sebagai jiwa Unniversalis zamannya dan merupakan salah seorang filsuf yang paling berpengaruh pada abad masanya.
Ia merupakan penganut filsafat rasionalisme Descartes, yakni pengetahuan manusia yang sesungguhnya diperoleh dengan akal dan panca indera, bukan dari pengalaman (empirisme).
Leibniz dilahirkan di leipsic, jerman pada tahun 1646. Ayahnya adalah professor dalam bidang filsafat moral, Leibniz belajar hukum dan filsafat skolatik dan Descartes. Leibniz lahir dua tahun sebelum kesudahan perang tiga puluh tahun antara golongan Kristen protestan dan katolik di jerman. Dalam hidupnya ia sempat mengunjungi tokoh penting filsafat lainnya yaitu Spinoza.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PEMIKIRAN LEIBNIZ
Menurutnya ada banyak substansi yang disebut dengan monad (monos= satu; monad= satu unit) jika dalam matematika yang terkecil adalah titik, dan dalam fisika disebut dengan atom, maka dalam metafisika disebut dengan monad, terkecil dalam pendapat leibniz bukan berarti sebuah ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka yang dimaksud dengan monad bukan sebuah benda. Monad- monad bukanlah sebuah kenyataan jasmaniah melainkan kenyataan mental, yang terdiri dari persepsi dan hasrat.
Jika Descartes membagi subtansi menjadi tiga, yaitu ; Tuhan, Pemikiran, dan keluasan dan Spinoza hanya menyakini hanya ada satu subtansi yaitu Tuhan atau alam, maka berbeda dengan Leibniz, ia mengatakan bahwa terdapat banyak sekali subtansi, jumlahnya tidak tidak terhingga. Monade ini bukanlah bagian terkecil dari materi yang masih mempunyai bentuk dan keluasan spasial, melainkan suatu titik yang bersifat murni metafisik
Monade menurut Leibniz ada tiga macam, pertama, monade yang hanya memiliki gambaran gelap dan sama sekali tidak disadari, yakni monade-monade yang menyusun benda-benda anorganik. Kedua, monade yang telah memiliki gambaran agak terang yaitu, yaitu monade yang member pengenalan inderawi dan memori, misalnya monade-monade penyusun manusia dan hewan. Ketiga, monade yang memiliki gambaran yang terang dan kesadarn diri (apperceptio), yakni jiwa manusia yang mengenal hakikat segala sesuatu secara sadar dan mampu mengungkapkan apa yang dilihatnya ke dalam suatu definisi.
Pada setiap monade terdapat daya dorong dari dalam dirinya sendiri untuk bergerak secara progresif, mulai dari usaha untuk mendapatkan gagasan yang baru dan agak jelas (perceptio) hingga mencapai gagasan yang jelas dan disadari (apperceptio). Dengan kata lain, tiap monade mempunyai usaha untuk menyempurnakan dirinya sampai kepada tingkat jiwa manusia.
Ajaran Leibniz tentang monade juga diterapkan pada ajaran tentang proses pengetahuan manusia, menurut Leibniz, pengetahuan manusia mengenai alam semesta sesungguhnya telah ada didalam dirinya sendiri sebagai bawaan (monade jenis pertama). Pada mulanya pengetahuan ini berbentuk gagasan yang belum disadari, namun kemudian berkat usaha dari jiwa manusia, gagasan tersebut menjadi disadari. Dalam pengamatan inderawi, pengetahuan ini masih sangat kabur sebab baru menghasilkan gagasan yang masih sedikti kejelasannya (monade jenis kedua). Namun, kemudian pengetahuan dalam pengalaman indrawi ini secara perlahan menjadi semakin jelas, hingga akhirnya muncul dalam gagasan atau ide yang jelas sebagai suatu pemahaman (monade jenis ketiga). Pengetahuan manusia menurutnya pengetahuan manusia dikembangkan lebih lanjut, dan pengalaman sendiri bukanlah sumber pengetahuan, melainkan pengetahuan tingkat pertama.
Dalam proses menjadi pengetahuan dalam bentuk satu pemahaman, rasio atau dayaa berfikir berusaha menambah isi pengetahuan pengalaman hingga menjadi pengetahuan yang jelas dan disadari. Sifat pengetahuan ini adalah umum dan mutlak, karena tidak berasal dari empiris yang terbatas pada ruang dan waktu. Jiwa adalah satu monad inti dan tubuh adalah monade jamak.
Yang dimaksud dengan monad adalah kesadaran tertutup, sejajar dengan cogito tertutup Descartes. Monad memiliki sudut pandangnya sendiri dan sudut pandang ini melukiskan kenyataan yang melingkunginya, diantara monad-monad tidak ada interaksi, sebab masing-masing merupakan kenyataan mental yang cukup diri, monad adalah sebuah system tertutup yang cukup diri. Setiap monad tak lain dari pada cermin alam semesta.
Leibniz adalah seorang rasionalis jerman yang mencoba mendamaikan antara teologi dan mekanisme. Ia menyakini bahwa kenyataan tersusun atas monade-monade yang tak terhingga jumlahnya, yang tanpa jendela (tidak mempengaruhi satu sama lain), cermin yang hidup (yang diorganisir dalam keselarasan sejak awal mulanya sehingga tindakan-tindakan dari setiap monad selalu akan selaras atau mencerminkan tindakan-tindakan dari semua monade yang lain), monade-monade bertindak karena sebab-sebab internal, dan sebab finalnya adalah prinsip dasar memadai. Leibniz menyakini bahwa kejahatan adalah sesuai dengan konsep tentang Tuhan yang maha baik, karena dunia terbaik yang mungkin pun pastilah mengandung kelemahan.
B.     PANDANGAN LEIBNIZ TENTANG TUHAN
Dalam permikirannya, Leibniz bermaksud untuk membuktikan eksistensi wujud Tuhan. Bagaimana keberadaan Tuhan itu benar-benar “ada” didalam kehidupan manusia. Ia membuktikan eksistensi Tuhan dengan konsepnya tentang monade-monade.
Leibniz berusaha membuktikan keberadaan Tuhan dengan empat Argumen. Pertama, ia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Tuhan terbukti. Bukti ini disebut dengan ontologism. Kedua, ia berpendapat adanya alam semesta dan tidak lengkapnya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang transenden ini disebut dengan Tuhan. Ketiga, ia berpendapatbahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, yaitu “Tuhan”. Keempat, Leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan antara monade-monade membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokan mereka satu sama lain, yang mencocokkan itu adalah Tuhan.
C.     KEJAHATAN DALAM PANDANGAN LEIBNIZ
Adanya kejahatan merupakan akibat langsung dari kebebasan manusia yang disalah gunakan. Allah tidak menghendaki kejahatan, namun ia membiarkan dosa atau kejahatan, agar manusia tetap bebas. Allah mencintai manusia dan melarang tindakan kejahatan dalam bentuk apapun. Namun, manusia yang dicintai Tuhan adalah manusia bebas yang justru karena itu bias melakukan apa sebenarnya dilarang Tuhan. Jiwa bagi Leibniz adalah abadi, sehingga ia berpegang teguh pada keadilan Tuhan yang mutlak sesudah mati.
Kenyataan terdiri dari monade-monade, yaitu bagian-bagian yang terkecil, yang semuanya itu merupakan substansi-substansi. Monade-monade tidak memiliki ukuran. Monade-monade dapat dianggap sebagai titik-titik yang mempunyai kuantitas energy tertentu dan arah-arah tertentu. Monade-monade itu seperti jiwa karena semua monade memiliki kesadaran. Monade-monade pada taraf anorganis (benda tak hidup), mempinyai kesadaran yang hanya dalam “mimpi”. Kesadaran monade pada taraf tumbuhan dan hewan sudah lebih tinggi.
Monade pada Tuhan dan manusia. Manusia terdiri dari monade-monade dengan kesadaran yang sangat tinggi, Tuhan adalah monade yang paling tinggi, merupakan kesadaran yang sempurna dan tak terhingga. Monade-monade itu adalah individu-individu, yang sebagai “mikrokosmos” merupakan bayangan dari “makrokosmos”. Monade-monade itu tidak terbuka untuk makrokosmos diluar mereka. Mereka tidak berjendela, tetapi dalam keaktifan mereka monade-monade itu memperlihatkan suatu korelasi dengan monade-monade yang lain. Hal ini disebabkan setiap monade memiliki rencana lengkap didalamnya, yang disesuaikan dengan rencana monade-monade lainnya.
Pembeanaran Tuhan atau Teodise. Kebaikan Tuhan tidak bertentangan dengan kejahatan. Kebebasan manusuia tidak bertentangan dengan kemahakuasaan Tuhan. Dari semua dunia yang mungkin, Tuhan telah menciptakan yang paling baik. Dunia merupakan suatu hasil maksimal, semua kemungkinan lain itu lebih jelek.


BAB III
KESIMPULAN
Ada banyak substansi didunia menurut Leibniz, substansi tersebut disebut juga dengan monade, berbeda dengan Spinoza yang mengatakan bahwa substasi hanya ada satu yaitu Tuhan atau alam, dan begitu pula dengan Descartes yang membagi subtansi menjadi tiga, yaitu ; Tuhan, Pemikiran, dan keluasan.
Tuhan telah menciptakan dunia sebelumnnya, sehingga dunia yang sedang berjalan sekarang adalah dunia yang telah ditentukan oleh Tuhan sebelumnya, ia mengibaratkan sebagai sebuah jam dinding.
Adanya kejahatan merupakan akibat langsung dari kebebasan manusia yang disalah gunakan. Allah tidak menghendaki kejahatan, namun ia membiarkan dosa atau kejahatan, agar manusia tetap bebas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar